Thursday, April 24, 2014



         

                                                             AKU DAN PEGADAIAN



             Membahas pegadaian, aku dan institusi ini bisa diibaratkan seperti sahabat lama. Dia selalu ada di setiap kebutuhanku yang mendadak. Ibaratnya seperti semboyan abah Dahlan "das des set set wuet..." itu lho, tanpa bertele-tele. Lima belas menit transaksi selesai. 


          Di awal mengenal Pegadaian sekitar delapan tahun lalu, aku memang sempat malu. Rasanya seperti orang miskin papa gundah gulana begitu kalau berkunjung ke Pegadaian. Ternyata itu adalah asumsi yang salah. Banyak kulihat orang-orang kelas atas, dilihat dari penampilannya yang wah dan mengendarai kendaraan yang wah juga, yang datang ke Pegadaian. Kebanyakan alasannya juga sama. Kepraktisan. Keamanan barang yang digadaikan juga terjamin. Lagipula tidak ada alasan malu pergi ke Pegadaian. Toh kita bukan melakukan tindakan korupsi, yang digadaikan juga barang milik sendiri. Harusnya yang malu itu yang pake jaket oranye KPK yaaa.... *kipas-kipas surat pegadaian.

          Sebagai nasabah setia, yang setiap empat bulan sekali 'mengisi ulang' nota kredit,aku bisa melihat peningkatan kualitas pelayanan dari kantor Pegadaian. Mulai dari sistem antre yang serupa dengan bank, adanya mbak-mbak magang yang ramah memberikan informasi, ruang tunggu yang makin nyaman, dan tak lupa kecepatan pelayanannya itu lho. Sambil mengajak anakku yang masih balita pun oke saja, karena tidak bertele-tele. Benar-benar BUMN gaya abah deh.

          Ada yang masih mengganjal di pikiranku. Dan menjadi obsesiku tahun ini. Satu, menebus lunas perhiasan yang kugadaikan. Bukan 'isi ulang' melulu.... *malu. Kedua, aku ingin bisa menabung emas mulia yang ditawarkan pegadaian. Ada program angsuran hingga setahun untuk bisa memiliki emas mulia yang kuinginkan. Tapi siapa tahu, MestaKung (Semesta Mendukung) keinginanku lewat lomba menulis ini. Semoga ! (*SunTea)